Diposting oleh
Unknown
on Jumat, 04 April 2014
/
Comments: (0)
“AL-QUR’AN”
Oleh:
Arianne Sarah
Khairul Anam
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Al-Qur’an merupakan
kitab Akhiruzzaman sekaligus penyempurna dari kitab-kita terdahulu
(Taurot, Zabur, Injil, dan lain-lainnya) yang mana al-Qur’an terdiri dari 114
surat dengan jumlah ayat 6342. Keseluruhan waktu turunnya adalah 22 tahun, 2
bulan, dan 22 hari, dan terbagi dalam dua fase. Yaitu fase selama rasulullah
berada di mekkah, kurang lebih 12 tahun, 2 bulan dan 22 hari, dan fase selama
ia berada dimadinah, kurang lebih 10 tahun.[1]
Ayat-ayat yang turun di mekkah
pendek-pendek dan berisi soal-soal keimanan, sedang ayat-ayat yang turun di
madinah benyak yang berisi hukum-hukum dan tata aturan kemasyarakatan. Oleh
karena itu kebanyakan ayatnya panjang-panjang, sesuai dengan tabi’at kata-kata
pada perundang-undangan. Begitupun juga halnya yang berkaitan dengan Ushul Fiqh,
al-Qur’an merppakan sumber utama dalam menentukan dan menyimpulkan suatu
hukum-hukum tertentu yang nantinya dijadikan rujukan dalam kehidupan setiap hari. Baik itu itu, hukum
antar sesama manusia dan hukum yang berkaitan langsung dengan tuhan.
Maka
dari itu, kami selaku penyusun makalah ini akan membahas dengan jelas dengan
menggunakan Bahasa sederhana yang nantinya supaya mudah dipahami oleh pembaca.
Dengan
demikian setelah membaca, memahami esensi dari makalah ini, diharapakan bagi
kita mendapatkan pengetahuan baru khususnya pada aspek kandungan al-Qur’an yang
bisa memberikan manfaat dan barokah bagi kita.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Pengertian
al-Qur’an.
2.
Macam-macam
nama al-Qur’an.
3.
Keistimewaan
Al-Qur’an.
4.
Kehujahan
al-Qur’an.
5.
Dalalah
al-Qur’an tentang Hukum.
6.
Penjelasan
al-Qur’an tentang Hukum.
7.
Struktur
al-Qur’an terhadap Hukum.
8.
Beberapa
kaidah Ushul Fiqh yang terkait dengan al-Qur’an.
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Agar
menjadi tambahan ilmu bagi kita khususnya tentang Al-Qur’an pada mata kuliah Ushul
Fiqh.
2.
Agar
menjadi acuan bagi kita dalam mendalami, dan memahami kandungan-kandungan
al-Qur’an.
3.
Untuk
memenuhi tugas kelompok sebagai nila formatif pada mata kuliah Ushul Fiqh.
BAB II
PEMBAHASAN TEORITIS
A.
PENGERTIAN AL-QUR’AN
Secara
etimologis al-Qur’an adalah masdar dari kata Qaraa (قراء) yang mempunyai “Membaca”, setimbang dengan kata Fu’lana
(فعلان). Ada dua pengertian al-Qur’an dalam
Bahasa arab, yaitu Qur’an (قرأن) berarti “Bacaan” dan “apa
yang tertulis padanya” Maqru’ (مقروء).
Sedangkan secara terminologis al-Qur’an adalah kalam allah, mengandung mu’jizat
dan diturunkan kepada rasulullah, muhammas saw. Dalam Bahasa arab yang
dinukilkan kepada generasi sesudahnya secara mutawatir, membacanya merupakan
ibadah, terdapat dalam Mushaf, di mulai dari surat Al-Fatihah dan ditutup
dengan surat Annas.[2]
Dari
definisi di atas dapat kita Tarik kesimpulan bahwa al-Quran adalah firman allah
SWT. Yang di turunkan kepada nabi Muhammad SAW. Dengan menggunakan Bahasa arab,
dengan perantara malaikat jibril, membacanya merupakan ibadah, terdapat dalam Mushaf,
diawali dengan surat Al-Fatihan dan diakhiri dengan surat Annas.[3]
B.
MACAM-MACAM NAMA AL-QUR’AN
Nama bagi al-Qur’an
seperti yang disebutkannya sendiri bermacam-macam, dan masing-masing nama itu
mengandung arti dan dan makna tertentu, antara lain:
1.
Al-kitab
artinya: buku atau tulisan. Arti ini utuk mengingatkan kaum muslimin supaya
membukanya menjadi buku.
2.
Al-Qur’an artinya:
bacaan. Arti ini megingatkan supaya ia dipelihara atau dihafal bacaannya di
luar kepala.
3.
Al-Furqan
artinya; pemisah. Arti ini mengingatkan supaya dalam mencari garis pemisah
antara kebenaran dan kebathilan, yang baik dan buruk haruslah dari padanya atau
mempunyai rujukan padanya.
4.
Huda artinya; petunjuk.
Artinya ini mengingatkan bahwa petunjuk tentang kebenaran hanyalah petunjuk
yang diberikannya atau yang mempunyai rujukan kepadanya.
5.
Al-zikr artinya:
ingat. Arti ini menunjukkan bahwa ia berisikan peringatan dan agar selalu
diingat tuntutannya dalam melakukan setiap tindakan.[4]
C.
KEISTIMEWAAN AL-QUR’AN
Ada beberapa
keistimewaan kekuasaan al-Qur’an, ialah dari segi lafazh dan makna yang datang
dari allah swt. Dan sesungguhnya lafazh yang berbahasa arab itu diturunkan
allah kedalam kalbu rasulullah saw. Dan dalam hal ini rasulullah hanya
membacakan al-Qur’an dan menyampaikan kepada umat manusia. Dari keistimewaan
ini, maka terdapat hal sebagai berikut”
1.
Hal-hal
yang allah ilhamkan kepada rasulullah saw. Tanpa menyebutkan lafazh-lafazh,
tetapi rasulullah sendiri yang mengungkapkan dengan bahasanya sendiri sesuai
dengan yang diilhhamkan, tidak termasuk kategori al-qur’an, namun termasuk
kelompok hadist-hadist rasulullah. Begitu pula dengan dengan hadist qudsi yag
merupakan cerita tuhan kepada rasulullah, bukan termasuk al-Qur’an, dan
ketetapan hukumnya tidak seperti al-qur’an. Semua itu tidak mendudukiderrajat
al-Qur’an dalam hal kehujahan, tidak bisa dipakai sebagai bacaan shalat, dan
membacanya pun tidak termasuk sibadah.
2.
Lafazh-lafazh
arab sebagai tafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang maknanya sama dan bisa
memberikan arti sesuaut dengan lafazh aslinya, juga tidak bisa disebut sebagai
lafaszh al-qur’an, walaupun tafsiran itu sesuai dengan makna dalil yang
ditafsiri. Hal ini dikarenakan bahsa al-Qur’an terdiri dari lafazh-lafazh yang
sangat khusus, dna turun dari allah SWT.
3.
Terjemahan
surat atau ayat al-qur’an dalam Bahasa selain Bahasa arab, juga tidak bisa
disebut sebagai al-Qur’an, walaupun hasil terjemahan tersebut dilakukan secara
teliti dan sempurna sesuai dengan makna yang diterjemahkan, al-Qur’an terdiri
dari lafazh-lafazh arab yang khusus, dan turunkan dari allah swt.[5]
D.
KEHUJAHAN AL-QUR’AN
Argumentasi
yang menunjukkan bahwa al-Qur’an adalah hujjah bagi umat manusia, dan
hukum-hukum di dalam al-Qur’an merupakan undang-undang yang wajib dipatuhi,
ialah karena al-Qur’an diturunkan dari allah dengan jalan Qath’i yang
kebenarannya tidak bisa diragukan lagi. Kemudian, alasan yang menunjukkan bahwa
al-Qur’an itu datang dari allah ialah mukjizat al-Qur’an yang mampu menundukkan
yang manusia tidak mungkin mampu menirunya.[6]
Sebagaimana
firrman Allah SWT beriku:
Artinya: Katakanlah: "Datangkanlah
olehmu sebuah kitab dari sisi Allah yang kitab itu lebih (dapat) memberi
petunjuk daripada keduanya (Taurat dan Al Quran) niscaya aku mengikutinya, jika
kamu sungguh orang-orang yang benar". Maka jika mereka tidak Menjawab
(tantanganmu) ketahuilah bahwa sesung- guhnya mereka hanyalah mengikuti hawa
nafsu mereka (belaka). dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang
mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun.
sesung- guhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Q.S.
al-Qhashas 28:49-50 )
E.
PENJELASAN AL-QUR’AN TENTANG HUKUM
Para Ushul Fiqh
menetapkan bahwa al-Qur’an sebagai sumber utama hukum islam telah menjelaskan
hukum-hukum yang terkandung didalamnya dengan cara:[7]
1.
Penjelasan
rinci (juz’i) terhadap sebagian hukum-hukum yang dikandungnya, seperti
yang berkaitan degan masalah aqidah, hukum waris, hukum-hukum yang terkaita
dengan masalah pidana hudud, kaffarat. Hukum-hukum yang rinci ini,
menurut para ahli Ushul Fiqh, disebut sebagai hukum ta’abbudi yang tidak bisa
dimasuki oleh logika.
2.
Penjeasan
al-Qur’an terhadap sebagian besar hukum-hukum tidak bersifat global (kulli),
umum, dan mutlak, seperti dalam masalah shalat yang tidak dirinci beberapa kali
sehari dikerjakan, beberapa rakaat untuk satu kali shalat, apa rukun ddan
syaratnya. Untuk hukum-hukum yang bersifat global, umum, dan multak ini,
rasulullah saw. Melalui sunahnya bertugas menjelaskan, mengkhususkan, dan
membbatasinya.[8]
Hal
ini yang diugkapkan al-Qur’an dalam surat al-Nahl, 16: 44 berikut:
Artinya:
keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu
Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka dan supaya mereka memikirkan, (Q.S. al-Nahl, 16:44)
Hikmah yang terkandung dalam hal terbatasnya hukum-hukum rinci yang
diturunkan allah melalui al-Qur’an, menurut para ahli ushul fiqh, addalah agar
hukum-hukum global dan umum tersebut dapat mengakomodasi perkembangan dan
kemajuan umat manusia ditempat dan zaaman yang berbeda, sehingga kemaslahatan
umat manusia senantiasa terayomi oleh al-Qur’an.
F.
DALALAH AL-QUR’AN TENTANG HUKUM
Al-Qur’an yang
diturunkan secara mutawatir, dari segi turunnya berkualitas qath’I (pasti
benar). Akan tetapi, hukum-hukum yang dikandung al-Qur’an adakalanya bersifat Qath’i
dan adakalanya bersifat Zhanni (relative benar). Untuk lebih jelasnya
mengenai dua dalalah ini (Qath’i dan Zhanni) akan kami uraikan
secara detail sebagai berikut:
1.
Qath’i
Adalah
lafal-lafal yang mengandung pengertian tunggal dan tidak bisa dipahami makna
lain darinya. Ayat-ayat seperti ini misalnya, ayat-ayat waris, hudud, dan
kaffarat. Contohnya, firman allah dalam surat An-Nisa’, 4:11 berikut:
Artinya:
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.
Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak
perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu
seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi
masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal
itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia
diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang
meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat
atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu,
kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. An-Nisa’, 4:11)
Contoh
lain adalah surat An-Nur, 24:2 berikut:
Artinya:
perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada
keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka
disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (Q.S. An-Nur, 24:2)
Bilangan-bilangan
pada ayat diatas yakni; bagian waris, seratus dera bagi orang yang melakukan
zina, menurut para ulama usul fiqh, mengandung hukum yang qath’I dan tidak bisa
dipahami dengan pengertian lain.
2.
Zhanni
Adalah
lafal-lafal yang dalam al-Qur’an mengandung pengertian lebih dari satu dan
memungkinkan untuk dita’wilkan. Misalnya, sebagaimana firman allah swt. Seperti
berikut:
Artinya:
laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari
Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (q.s. al-ma’ida, 5:38)
Kata
“tangan” dalam ayat ini mengandung kemungkinan yang dimaksud adalah tangan
kanan atau tangan kiri, disamping juga mengandung kemungkinan tangan tangan itu
hanya sampai pergelangan saja atau sampai siku. Penjelesan untuk yang dimaksud
dengan “tangan” ini ditentukan dalam hadis rasulullah saw. Kekuatan hukum
kata-kata yang seperti ini, menurut para ulama ushul fiqh bersifat zanni
(relative benar). Oleh sebab itu, para mujahid boleh memilih pengertian yang
mana yang terkuat pandangannya serta yang didukung oleh dalil lain.
G.
MACAM-MACAM HUKUM YANG DIKANDUNG DALAM AL-QUR’AN
Ada beberapa
hukum yang dikandung dalam al-Qur’an pada khususnya, yakni: Ahkam
I’tiqadiyah, Ahkam Khuluqiyah, dan Ahkam Amaliyah. Untuk lebih
jelasnya dari tiga macam hukum ini akan kami uraikan sebagaimana berikut:
1.
Ahkam I’tiqadiyah
Adalah
hukum-hukum akidah yang berkait erat dengan masalah-masalah yang harus
dipercaya oleh setiap mukallaf, tentang para malaikat, kitab-kitab, para rasul,
dan hari pembalasan.
2.
Ahkam Khuluqiyah
Adalah
hukum-hukum akhlak, berkait erat dengan masalah-masalah yang harus dipakai
sebagai hiasan hidup bagi setiap mukallaf, yakni selalu mencari keutamaan dan
menghindar dari kehinaan.
3.
Ahkam Amaliyah
Adalah
hukum-hukum amal, berkaitan erat dengan seluruh tindakan atau perbuatan
mukalaf, baik ucapan, perbuatan, perjanjian, (akad), masalah belanja.[9]
Dari
ketiga macam hukum diatas ini yang disebut sebagai filqhul qur’an, dan dimaksud
dengan ilmu Ushul Fiqh yang bisa mengantarkan kepada Fiqh tersebut.
H.
STRUKTUR AL-QUR’AN TERHADAP HUKUM
Salah satu
keistimewaan al-Qur’an adalah struktur Bahasa yang berbeda yang dipergunakan
dalam menentukan hukum. Dalam mengistinbatkan hukum-hukum yang di kandung al-Qur’an,
menurut ulama Ushul Fiqh, harus diperhatikan berbagai struktur Bahasa yang
dipergunakan.[10]
Oleh sebab itu, struktur yang dipergunakan al-Qur’an dalam kaitannya dengan
hukum, diantarnya adalah sebagai berikut:
1.
Setiap
perubahan yang di anggap agung oleh allah, di puji pelakunya, dicintai,
dinyatakan pelakunya sebagai orang Istiqamah dan mendapatkan berkah,
maka perbuatan itu dituntut untuk dilakukan. Oleh sebab itu hukum yang
dikandungnya bisa berbentuk wajib dan juga bisa berbentuk sunah.[11]
2.
Setiapa
perbuatan yang dituntut untuk ditinggalkan atau pelakunya dikecam atau dicela,
atau pelakunya disamakan dengan hewan, atau pekerjaan itu disebut sebagai
pekerjaan setan, atau pekerjaan itu menyebabkan pelakunya menerima hukuman
dunia atau akhirat, atau pekerjaan itu dianggap najis, kotor, membawa kepada
permusuhan, dan membawa kepada kefasikan, maka pekerjaan itu dituntut untuk
ditinggalkan. Apabila dilakukan juga, maka pelakunya dicela atau disiksa baik
di dunia maupun di akhirat. Selanjutnya larangan ini bersifat pasti (dikatakan
haram mengerjakannya) dan bisa juga bersifat tidak pasti (disebut sebagai
makruh).[12]
3.
Apabila
ayat itu menunjukkan pekerjaan itu boleh dilakukan atau halal, atau meniadakan
kesulitan dan dosa bagi pelakunya, maka hukumnya mubah. Artinya, boleh
dikerjakan dan boleh pula ditinggalkan, tanpa mendapatkan imbalan apapun.
I.
BEBERAPA KAIDAH USHUL FIQH YANG TERKAIT DENGAN AL-QUR’AN
Para ulama
ushul fiqh, mengemukakan beberapa kaidah umum ushul fiqh yang terkait dengan
al-Qur’an. Kaidah-kaidah itu diantaranya adalah:
1.
Al-Qur’an
merupakan dan sumber utama hukum islam, sehingga seluruh sumber hukum atau
metode istinbat hukum harus mengacu kepada kaidah umum yang dikandung al-Qur’an.
2.
Untuk
memahami kandungan al-Qur’an, mujtahid harus mengetahui secara baik sebab-sebab
diturunkannya al-qur’an (Asbab Al-Nuzul) karena ayat-ayat al-Qur’an itu
diturunkan secara berharap sesuai dengan situasi dan kondisi sosial masyarkat ketika
itu.[13]
BAB II
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Al-Qur’an adalah
kalam Allah SWT. yang diturunkan melalui perantara malaikat jibril kedalam
kalbu rasulullah saw. Dengan menggunakan Bahasa arab dan disertai dengan
kebenaran agar dijadikan hujjah (argumentasi) dalam hal pengakuannya sebagai
rasul, dan agar dijadikan sebagai dustur (undang-undang) bagi seluruh umat
manusia, disamping amal ibadah jika membacanya.
Intinya,
bahwa pada sub pembahasan kandungan al-Qur’an ini memuat segala hal yang
berkaitan dengan masalah-masalah ke al-Qur’anan, baik itu yang berkaitan dengan
Pengertian al-Qur’an, Macam-Macam Nama Al-Qur’an, Keistimewaan Al-Qur’an,
Kehujahan Al-Qur’an, Penjelasan Al-Qur’an Tentang Hukum, Dalalah Al-Qur’an
Tentang Hukum, Macam-Macam Hukum Yang Dikandung Dalam Al-Qur’an, Struktur
Al-Qur’an Terhadap Hukum, Beberapa Kaidah Ushul Fiqh Yang Terkait Dengan
Al-Qur’an. Yang kami Bahasa dengan jelas dan lugas pada sub pembahasan Bab II
Pembahasan Teoritis.
B.
SARAN
Kami menyadari
dalam sistematika makalah ini maish banyak kekurangan yag harus diperbaiki dan
disempurnakan. Maka dari itu, kami selaku penyusun mohon kritik dan saran yang
konstruktif dari ibu dosen selaku pengampu Mata Kuliah Ushul Fiqh dan para
pembaca yang budiman demi tercapainya makalah yang lebih berkualitas dan lebih
bermanfaat bagi penyusun dan semua orang yang membutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
- Hanafi Ahmad, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam. Jakarta,
PT. Bulan Bintang, 1995.
- Haroen Nasrun, Ushul Fiqh, Ciputat, PT Logos Wacana Ilmu,
1997.
- Abdullah Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam Permasalahan Dan
Fleksibilitasnya. Jakarta, Sinar Grafika,
2007.
- Khallaf Wahab Abdul, Kaidah-Kaidah Hukum Islam. Bandung,
Risalah, 1947.
- Zakiyuddin Sya’ban, Ushul
Fiqh Al-Islami. Mesir, Dar Al-Ta’lif, 1961.
[1]
Ahmad Hanafi, MA., Pengantar dan Sejarah Hukum Islam. Jakarta, PT. Bulan
Bintang, 1995, hal_55
[2] Dr. H. Nasrun Haroen, M.A, Ushul Fiqh,
Ciputat, PT Logos Wacana Ilmu, 1997, hal_19-20
[3] ibid.hal_20
[4] Dr. H. Sulaiman Abdullah, Sumber
Hukum Islam Permasalahan Dan Fleksibilitasnya. Jakarta, Sinar Grafika, 2007, hal_9
[5]
Dr. Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam. Bandung, Risalah,
1947, hal_22
[6] ibid.hal_23
[7]
Zakiyuddin Sya’ban, Ushul Fiqh Al-Islami. Mesir, Dar Al-Ta’lif, 1961,
hal_144
[8] Dr.
H. Nasrun Haroen, M.A, Loc. it. hal_30
[9]
Dr. Abdul Wahab Khallaf, Op.Cit. hal_38
[10]
Dr. H. Nasrun Haroen, M.A, Op.Cit.hal_33
[11]
Ibid.hal_34
[12]
Ibid.hal_34
[13]
Ibid.hal_35